Blok Wabu menjadi isu besar di Indonesia. Letaknya di Kabupaten Intan Jaya. Banyak demontrasi sudah dilakukan untuk menolak pertambangan sepanjang blok Wabu ini. Khususnya masyarakat Intan Jaya bersama mahasiswa menolak dengan berbagai alasan seperti perusakan alam oleh aktivitas pertambagan yang bisa merusak alam,………………..
Jika perusahaan PT. Antam masuk dan mengambil emas dari gunung Wabu ini, maka bentuk gunung akan rusak seperti gunung Eastberg di Tembagapura dan limbah-limbahnya akan masuk ke sungai Wabu yang akan mencemari hingga sungai Mamberamo.
2 minggu lalu dilakukan demontrasi penolakan rencana pertambangan blok Wabu ini, tetapi juga penolakan pembangunan patung Yesus oleh TNI. Apapun alasannya, saya tidak persoalkan di sini. Tetapi saya ingin menulis dengan perspektif bahwa andaikan gunung Wabu mampu berpikir dan berbicara.
Mengapa setelah hanya seminggu dilakukan demontrasi penolakan patung Yesus dan Blok Wabu, terjadi longsor aneh sepanjang lembah Wabu. Gunung yang berdiri sejajar, bersamaan longsor, tidak seperti biasa hanya di satu dua titik. Yang lebih parah lagi, bencana Wabu ini menelang korban sekeluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dua anak dan seorang tuna runggu yang langsung diseret lapis dengan rumah, ternak dan halaman mereka. Kini halaman mereka berubah jadi padang lumpur.
Lumpur longsor yang pasti mengandung emas, tetapi mematikan. Longsor yang seolah ingin menelanjangi gunung Wabu supaya emas yang terkandung di dalamnya dapat dilihat semua orang yang datang ke Sugapa, Intan Jaya.
Jika diumpahkan manusia, saya ingin menganggap blok Wabu sebagai wanita desawa yang menunggu dikawini. Masyarakat merasa keadaan alamiah gunung ini harus dilindungi demi kelangsungan hidup berbagai flora fauna yang tergantung kepadanya. Tetapi wanita cantik bernama Blok Wabu ini sepertinya menginginkan hal lain.
Mungkin gunung Wabu ini marah karena masyarakat menolak pertambangan. Sebagai ekpresi kemarahannya, ia menelang korban orang Intan Jaya yang mencoba melindunginya dan ia menelanjangi dirinya dengan membuka hutan yang menutupi emas yang tersembunyi di dalamnya. Ia ingin mengoda orang-orang supaya melihat keelokannya, melihat betapa seksinya emas yang terkandung di dalamnya bisa dapat dilihat dengan mata telanjang dari Bandara Bilogai sekalipun.
Jika pohon pisang bisa berbicara, ketika buah pisang sudah menguning, pisang itu akan berkata, “makanlah, buahnya sudah menguning!”. Apabila buah pisang telah menguning nsmun tidak dimakan lalu membusuk, itu adalah kesedihan bagi pisang tersebut, karena hidupnya tidak dinikmati oleh orang atau hewan.
Atau wanita yang sudah berusia 30 tahun lewat, tetapi masih dilarang kawin oleh orang tuanya. Wanita seksi Blok Wabu ini sudah berusia tua tetapi tak ada yang datang meminang.
Orang Moni sudah berada di Intan Jaya ribuan tahun, tetapi masih belum melihat nilai dari emas. Bagi orang Moni, harta bernilai adalah kulit bia, ternak babi dan wanita. Emas tidak termasuk. Selama ribuan tahun itu, si gunung Wabu yang tahu harga dirinya ingin dihargai dan ingin buahnya diambil oleh orang Moni, tetapi tidak ada yang menyentuhnya.
Hingga pemerintah Belanda dan Indonesia masuk, sadarlah masyarakat bahwa emas itu bernilai tinggi, mereka sadar bahwa gunung Wabu sudah lama ingin disentuh. Mereka mulai menyentuh pelan-pelan, mereka mendulang emas secara tradisional. Tetapi si Wabu tidak puas, Ia ingin dibor habis-habisan.
Tahun 2020-an ini, terbongkarlah rencana Indonesia melalui PT. Antham untuk mengawini Gunung Wabu yang cantik. Orang Papua, terkhususnya orang Moni marah karena merasa sudah menjaga lama dan berhak atas tubuhnya. Gunung Wabu marah karena dirinya sudah kebelet dikawini. Sudah ribuan tahun, ia tidak dinikmati, kini kemolekannya hendak dinikmati, ia iri dengan gunung Easberg dan Gresberg yang sudah dikawini sejak tahun 70-an oleh orang Amerika Serikat.
Si gunung Wabu seperti berteriak marah, “saya sudah ribuan tahun bersama-sama dengan kalian orang Moni, tetapi kalian tidak menikmati ke-sexy-an saya, saya bisa membuat kalian kaya, tetapi kalian cuek saja. Saya bisa membuat kalian ke bulan, tetapi kalian memilih babi, dan kulit bia yang hanya membawa kalian berjalan kaki ke kampung-kampung. Kalau kalian melarang saya dikawini oleh orang Indonesia, apakah kalian mampu mengawini saya?”.
Penulis merenung, saya setuju dengan perkataan si sexy Gunung Wabu itu, walaupun saya marah kepadanya mengapa ia harus menelan korban. Mari kita bertanya! Gunung dan emas yang terkandung di sepanjang blok Wabu ini Tuhan letakkan untuk apa? Apakah hanya untuk dibiarkan seperti batu-batuan biasa?
Tidak. Tuhan letakan emas ini untuk kita orang Moni bisa menikmati. Gunung Wabu merasa dirinya sia-sia kalau hanya dibiarkan. Karena untuk itulah ia ada. Ya, untuk memuaskan orang Moni, untuk menjadikan orang Moni kaya raya, menjadi orang Moni sonowi, untuk menjadikan orang Moni berkat bagi banyak orang.
Tetapi untuk mengawini gunung Wabu dan mengambil isinya, tidak serta merta naik gunung dan diambil emasnya. Dibutuhkan daya besar. Dibutuhkan kepintaran untuk mengodanya, diperlukan teknologi untuk menaklukannya. Sumber daya manusia Moni atau Papua, mampukah? Berapa sarjana pertambangan yang kita miliki? Berapa master geologi? Berapa doctor kimia?
Sekarang saatnya kita berpikir bahwa, lambat atau cepat Blok Wabu harus dikelolah. Tetapi siapa yang mengolah? Ini persoalannya. Untuk itulah dalam beberapa tahun ke depan, pemerintah Intan Jaya alangkah baiknya menyiapkan banyak sumber daya manusia untuk menaklukan Blok Wabu. Harus banyak orang Moni, entah dari Dugindoga, Kemandoga, Weandoga, Duma-Dama dan Yasiga harus dikuliahkan jurusan-jurusan terkait pertambangan.
Kita menolak pertambangan Blok Wabu karena kita memiliki impian bahwa kelak kita sendirilah yang akan mengolah dan menikmati emas Wabu.
Semoga si tua nang seksi Gunung Wabu bisa menahan dirinya menunggu orang-orang Moni untuk dewasa dan cukup mampu untuk dapat menikmati dirinya yang juga diingini oleh banyak laki-laki lain yang sudah lebih dahulu dewasa dan sudah siap.
Posting Komentar
Posting Komentar